Nikah secara bahasa berhimpun, berkumpul. dan secara istilah
akad yang membolehkan bersetubuh dengan syarat dan rukun yang sudah pasti
terpenuhi
Tujuan menikah itu untuk menjalin rasa kasih sayang, saling
mencintai, mencapai kepuasan lahir bathin, menghindari pandang mata yang haram,
melestarikan keturunan yang shaleh shaleha serta mendo’akan kedua orang tua
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan nikah, tergantung
masing-masing individu dan hal-hal yang melatar belakangi peristiwa nikah itu
sendiri.
a.
Tatkala dorongan nafsu birahi sudah berkobar
diiringi tumbuhnya kesadaran dalam diri tentang lemahnya pertahanan menghindari
perilaku keji (berzina misalnya) seandainya tidak segera menikah, khawatir
terjerat ke jurang ke maksiatan, maka sekalipun persiapan biaya dan lain-lain
nya dalam pernikahan jauh dari sempurna, maka nikah itu hukumnya wajib.
b. Keinginan
nafsu yang kuat di dorong benak hati tidak tentram kalau tidak menikah
sekalipun percaya diri tidak akan terjerumus (kalau tidak kawin) makan nikah itu
hukumnya sunah.
c.
Wanita yang dikawinkan tidak jelas normal
akalnya (misalnya) tidak cantik akhlak
budi pekertinya atau janda yang dimonitor dalam artian masih dalam pengawasan
mantan suami yang cemburu maka nikah hukumnya makruh.
d. Bagitu
pula nikah bisa menjadi haram jika
menikahi wanita yang masih dalam masa iddah, ihram haji atau masih ada hubungan
darah
menikah tak semudah lontaran kalimat qobiltu dalam artian
orang yang sudah terbiasa belajar lafal-lafal yang demikian, maka akan dengan
mudah melafalkannya
jika kita ingat arti nikah secara Bahasa yang berarti
berkumpul. Berkumpul dalam tanda kutip “menyatukan dua karakter, emosional,
pola fikir, pendapat dan keputusan dari dua manusia yang berbeda jenis.
Sudah barang pasti hal yang berkaitan dari masing-masing,
hakikatnya laki-laki dan perempuan tidak akan pernah sama.
Maka dari itu, menikah adalah tuntutan untuk menyelaraskan
unsur-unsur, komponen-komponen yang terdapat pada lahir batinnya sepasang suami
istri.
Tak cukup kedua belah pihak (suami istri) saja, akan tetapi
masing-masing keluarga dari kedua belah pihakpun ikut serta menikah, dalam
artian berkumpul, menyatukan dua keluarga.
Yang namanya keluarga sudah barang pasti, terdiri dari
beberapa kepala didalam nya, dengan berbeda-beda pula pola fikir dan karakter
masing-masing individu dalam keluarga itu sendiri. Maka dari itu, bukanlah hal
yang mudah untuk menghasilkan satu keputusan “menikah” karena menikah merupakan
step awal dengan tujuan membangun rumah tangga yang di Ridhoi sakinah mawaddah warohmah.
Rumah tangga itu didalam islam merupakan ajang pahala yang
paling besar. Kata ulama’ : “tidak ada dalam islam ibadah yang umurnya dan
panen pahalanya sebesar rumah tangga”. Bagaimana tidak ?, karena mulai akad
nikah, sampai cucu turun temurun semuanya pahala. Mulai akan nikah, kita sudah
naik di atas sebuah bahtera, bahtera inilah yang dinamakan rumah tangga.
Mau kita sedang tidur, mau kita sedang duduk, mau kita sedang
makan, intinya kita sedang berada disebuah bahtera namanya rumah tangga.
sebenarnya itu, per-detiknya kita sedang menjalankan ibadah, jika kita tahu proses awal saat ijab qobul dengan akhiran lafal qobiltu ila akhirihi merupakan persaksian atas nama Allah, mereka (sepasang suami istri) berikrar janji suci ibadah karena Allah.
sebenarnya itu, per-detiknya kita sedang menjalankan ibadah, jika kita tahu proses awal saat ijab qobul dengan akhiran lafal qobiltu ila akhirihi merupakan persaksian atas nama Allah, mereka (sepasang suami istri) berikrar janji suci ibadah karena Allah.
Karena rumah tangga sendiri itu ibadah,
perintah dalam agama : “rumah tanggamu adalah ibadahmu”. Maka
ikhlaskanlah niat karena Allah.
Jangan menikah karena disuruh oleh orang tua, Jangan menikah karena terdesak, Jangan menikah karena suka, Temen-temen sudah pada nikah, tinggal kita sendirian.
Jangan menikah karena disuruh oleh orang tua, Jangan menikah karena terdesak, Jangan menikah karena suka, Temen-temen sudah pada nikah, tinggal kita sendirian.
Jika menikah niatnya hanya karena disuruh oleh orang tua,
niatnya hanya karena temen-temen sudah pada nikah, sudah terlanjur ada rasa
suka atau semua temen-temen sudah pada nikah sementara kita belum, akhirnya
terdesak harus menikah, ini semua tidak
dinilai ibadah !!!.
Memang seharusnya diniatkan : “saya menikah karena perintah
Allah dan Rasul-Nya” sebagaimana kalau saya shalat karena perintah Allah dan
Rasul-Nya, sebagaimana kalau saya puasa Ramadlan karena perintah Allah dan Rasul-Nya,
saya haji dan umroh karena perintah Allah dan Rasul-Nya .
Orang, kalau niat ibadah, maka semua terasa mudah. Karena niat
ibadah itu berbeda.
Orang, kalau bangun shalat malam, dia niat memang ibadah
karena mau berkomunikasi dengan Allah, mau beribadah kepada Allah
Lain….
Dengan orang yang hanya kebetulan pasangannya bangunin, supaya
dia bangun sama-sama.
Maka dari itu “perbaharui niat” harus diniatkan dari awal ibadah.
Ada kata kunci dalam sebuah permasalahan. “semua yang
berhubungan dengan kita dimuka bumi ini tanda kutip “titipan dari Allah”. Kalau istri itu titipan dari Allah, maka kata
Allah : “dia istrimu, cintai dia, sayangi dia, didik dia, lindungi dia,
bahagiakan dia, penuhi kebutuhannya, biologisnya, berikan dia hasil keringatmu
nafkahmu karena saya, maka kamu akan saya beri pahala”. Sebaliknya istri pun juga
begitu. Istri anggap suami itu adalah titipan dari Allah. “dia suamimu, cintai
dia, sayangi dia, mengabdilah kepadanya, layani dia, buatkan masakan untuknya,
penuhi kebutuhannya, biologisnya, didik anak-anaknya, jaga amanah rumahnya
karena saya, maka kamu akan saya beri pahala (kata Allah)
Ini yang dimaksud dengan ibadah, kira-kira seperti itu kita
memahaminya. Sehingga kita tidak pernah jenuh dalam menjalankan kewajiban.
Bisa kebayang gak ???
Istri tidak pernah dikenal sebelumnya oleh suami, selama
apapun tahap ta’aruf nya, tetap tidak akan sebanding dengan tatkala sudah hidup
bersama dalam satu atap, banyak hal yang akan diketahui bersama yang
sebelum-sebelumnya tidak pernah diketahui baik itu kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
Begitu menikah, suami
setengah mati banting tulang di luar sana, nagih hutang, jual produk, bangun
usaha segala macam, setelah selesai dapat hasil, dikasihkan kepada istri, istri
yang makan, istri yang membelanjakan, beli baju dan menikmatinya dan lain
sebagainya. Kalau bukan karena ibadah, bisa saja seorang suami bilang : “siapa
perempuan ini ?, enak bener hasil keringat saya tiba-tiba langsung dia ambil
begitu saja”
Begitupun sebaliknya bagi istri, begitu akad nikah, mungkin
dirumah ayahnya tidak pernah bekerja, apa yang di inginkan dipenuhi oleh
ayahnya, keluh kesahnya didengarkan penuh sabar oleh ayah nya, sebagai seorang
wanita akan mengharapkan suami yang mampu menggantikan posisi ayahnya,
mencintai menyayangi dan melindunginya. Tiba-tiba menikah dengan laki-laki yang
belum sepenuhnya dikenal, nyuci_in bajunya, nyiapin sarapannya, layani
biologisnya segala macam, hamil anaknya dari spermanya, melahirkan, menyusui,
mendidik anak-anaknya, kalau bukan karena ibadah dia akan berfikir : “siapa
laki-laki ini ?”.
Oleh karena itu, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran
dalam rumah tangga, terkadang dengan hal-hal yang kecil saja.
Karena bisa saja dari awal bukan niatnya ibadah, kalau ibadah
pasti akan berbeda, karena kita tau suka dukanya akan ada.
Makin berat sesuatu yang kita jalankan maka kembali kepada
hadits Nabi SAW “Allah akan memberikan balasan yang besar sesuai dengan kadar
beban yang diberikan” beda semuanya, Allah menilai sesuai dengan kadarnya.
Hidup tidak akan pernah lpeas dari ujian, begitu pula dengan
menikah, pasti ada cobaan. Ada ipar, ada tetangga, ada mertua, sepupu, dan family
lainnya. Mungkin ada cobaan-cobaan dari mereka, tapi kalo niat ibadah, kita
akan lalui, karena ini semua ibadah.
tidak cukup menikah hanya suami dengan istri saja, keluargapun menikah dalam artian bersatu membangun keluarga besar yang harmonis. Kita tidak mungkin menikah dengan suami/istri saja, tapi kita juga tanda kutip “ menikah” dengan keluarga-keluarganya.
tidak cukup menikah hanya suami dengan istri saja, keluargapun menikah dalam artian bersatu membangun keluarga besar yang harmonis. Kita tidak mungkin menikah dengan suami/istri saja, tapi kita juga tanda kutip “ menikah” dengan keluarga-keluarganya.
Tidak mungkin dihapus status orang tuanya, saudara-saudaranya,
keluarga besarnya, maka ada orang yang tidak bisa menerima itu semua, hanya karena
cobaan-cobaan yang ringan.
Permasalahannya karena dia tidak menjadikan ibadah. Niatkan
ibadah !!! kalau sadah di niatkan ibadah, insya Allah akan mudah kita jalani.
semoga kita bisa memperbaharui niat, memantapkan niat karena ibadah.
#_Khobas_Pena_Biru
semoga kita bisa memperbaharui niat, memantapkan niat karena ibadah.
#_Khobas_Pena_Biru