Kamis, 13 September 2018

Mengapa Harus Menikah ?


Nikah secara bahasa berhimpun, berkumpul. dan secara istilah akad yang membolehkan bersetubuh dengan syarat dan rukun yang sudah pasti terpenuhi
Tujuan menikah itu untuk menjalin rasa kasih sayang, saling mencintai, mencapai kepuasan lahir bathin, menghindari pandang mata yang haram, melestarikan keturunan yang shaleh shaleha serta mendo’akan kedua orang tua
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan nikah, tergantung masing-masing individu dan hal-hal yang melatar belakangi peristiwa nikah itu sendiri.
a.   Tatkala dorongan nafsu birahi sudah berkobar diiringi tumbuhnya kesadaran dalam diri tentang lemahnya pertahanan menghindari perilaku keji (berzina misalnya) seandainya tidak segera menikah, khawatir terjerat ke jurang ke maksiatan, maka sekalipun persiapan biaya dan lain-lain nya dalam pernikahan jauh dari sempurna, maka nikah itu hukumnya wajib.
b.  Keinginan nafsu yang kuat di dorong benak hati tidak tentram kalau tidak menikah sekalipun percaya diri tidak akan terjerumus (kalau tidak kawin) makan nikah itu hukumnya sunah.
c.   Wanita yang dikawinkan tidak jelas normal akalnya  (misalnya) tidak cantik akhlak budi pekertinya atau janda yang dimonitor dalam artian masih dalam pengawasan mantan suami yang cemburu maka nikah hukumnya makruh.
d.  Bagitu pula nikah bisa menjadi haram jika menikahi wanita yang masih dalam masa iddah, ihram haji atau masih ada hubungan darah

menikah tak semudah lontaran kalimat qobiltu dalam artian orang yang sudah terbiasa belajar lafal-lafal yang demikian, maka akan dengan mudah melafalkannya
jika kita ingat arti nikah secara Bahasa yang berarti berkumpul. Berkumpul dalam tanda kutip “menyatukan dua karakter, emosional, pola fikir, pendapat dan keputusan dari dua manusia yang berbeda jenis.
Sudah barang pasti hal yang berkaitan dari masing-masing, hakikatnya laki-laki dan perempuan tidak akan pernah sama.
Maka dari itu, menikah adalah tuntutan untuk menyelaraskan unsur-unsur, komponen-komponen yang terdapat pada lahir batinnya sepasang suami istri.
Tak cukup kedua belah pihak (suami istri) saja, akan tetapi masing-masing keluarga dari kedua belah pihakpun ikut serta menikah, dalam artian berkumpul, menyatukan dua keluarga.
Yang namanya keluarga sudah barang pasti, terdiri dari beberapa kepala didalam nya, dengan berbeda-beda pula pola fikir dan karakter masing-masing individu dalam keluarga itu sendiri. Maka dari itu, bukanlah hal yang mudah untuk menghasilkan satu keputusan “menikah” karena menikah merupakan step awal dengan tujuan membangun rumah tangga yang di Ridhoi sakinah mawaddah warohmah.
Rumah tangga itu didalam islam merupakan ajang pahala yang paling besar. Kata ulama’ : “tidak ada dalam islam ibadah yang umurnya dan panen pahalanya sebesar rumah tangga”. Bagaimana tidak ?, karena mulai akad nikah, sampai cucu turun temurun semuanya pahala. Mulai akan nikah, kita sudah naik di atas sebuah bahtera, bahtera inilah yang dinamakan rumah tangga.
Mau kita sedang tidur, mau kita sedang duduk, mau kita sedang makan, intinya kita sedang berada disebuah bahtera namanya rumah tangga.
sebenarnya itu, per-detiknya kita sedang menjalankan ibadah, jika kita tahu proses awal saat ijab qobul dengan akhiran lafal qobiltu ila akhirihi merupakan persaksian atas nama Allah, mereka (sepasang suami istri) berikrar janji suci ibadah karena Allah.
Karena rumah tangga sendiri itu ibadah,
perintah dalam agama : “rumah tanggamu adalah ibadahmu”. Maka ikhlaskanlah niat karena Allah.
Jangan menikah karena disuruh oleh orang tua, Jangan menikah karena terdesak, Jangan menikah karena suka, Temen-temen sudah pada nikah, tinggal kita sendirian.
Jika menikah niatnya hanya karena disuruh oleh orang tua, niatnya hanya karena temen-temen sudah pada nikah, sudah terlanjur ada rasa suka atau semua temen-temen sudah pada nikah sementara kita belum, akhirnya terdesak harus menikah, ini semua tidak dinilai ibadah !!!.
Memang seharusnya diniatkan : “saya menikah karena perintah Allah dan Rasul-Nya” sebagaimana kalau saya shalat karena perintah Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana kalau saya puasa Ramadlan karena perintah Allah dan Rasul-Nya, saya haji dan umroh karena perintah Allah dan Rasul-Nya .
Orang, kalau niat ibadah, maka semua terasa mudah. Karena niat ibadah itu berbeda.
Orang, kalau bangun shalat malam, dia niat memang ibadah karena mau berkomunikasi dengan Allah, mau beribadah kepada Allah
Lain….
Dengan orang yang hanya kebetulan pasangannya bangunin, supaya dia bangun sama-sama.
Maka dari itu “perbaharui niat” harus diniatkan dari awal ibadah.
Ada kata kunci dalam sebuah permasalahan. “semua yang berhubungan dengan kita dimuka bumi ini tanda kutip “titipan dari Allah”. Kalau istri itu titipan dari Allah, maka kata Allah : “dia istrimu, cintai dia, sayangi dia, didik dia, lindungi dia, bahagiakan dia, penuhi kebutuhannya, biologisnya, berikan dia hasil keringatmu nafkahmu karena saya, maka kamu akan saya beri pahala”. Sebaliknya istri pun juga begitu. Istri anggap suami itu adalah titipan dari Allah. “dia suamimu, cintai dia, sayangi dia, mengabdilah kepadanya, layani dia, buatkan masakan untuknya, penuhi kebutuhannya, biologisnya, didik anak-anaknya, jaga amanah rumahnya karena saya, maka kamu akan saya beri pahala (kata Allah)
Ini yang dimaksud dengan ibadah, kira-kira seperti itu kita memahaminya. Sehingga kita tidak pernah jenuh dalam menjalankan kewajiban.
Bisa kebayang gak ???
Istri tidak pernah dikenal sebelumnya oleh suami, selama apapun tahap ta’aruf nya, tetap tidak akan sebanding dengan tatkala sudah hidup bersama dalam satu atap, banyak hal yang akan diketahui bersama yang sebelum-sebelumnya tidak pernah diketahui baik itu kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Begitu  menikah, suami setengah mati banting tulang di luar sana, nagih hutang, jual produk, bangun usaha segala macam, setelah selesai dapat hasil, dikasihkan kepada istri, istri yang makan, istri yang membelanjakan, beli baju dan menikmatinya dan lain sebagainya. Kalau bukan karena ibadah, bisa saja seorang suami bilang : “siapa perempuan ini ?, enak bener hasil keringat saya tiba-tiba langsung dia ambil begitu saja”
Begitupun sebaliknya bagi istri, begitu akad nikah, mungkin dirumah ayahnya tidak pernah bekerja, apa yang di inginkan dipenuhi oleh ayahnya, keluh kesahnya didengarkan penuh sabar oleh ayah nya, sebagai seorang wanita akan mengharapkan suami yang mampu menggantikan posisi ayahnya, mencintai menyayangi dan melindunginya. Tiba-tiba menikah dengan laki-laki yang belum sepenuhnya dikenal, nyuci_in bajunya, nyiapin sarapannya, layani biologisnya segala macam, hamil anaknya dari spermanya, melahirkan, menyusui, mendidik anak-anaknya, kalau bukan karena ibadah dia akan berfikir : “siapa laki-laki ini ?”.
Oleh karena itu, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran dalam rumah tangga, terkadang dengan hal-hal yang kecil saja.
Karena bisa saja dari awal bukan niatnya ibadah, kalau ibadah pasti akan berbeda, karena kita tau suka dukanya akan ada.
Makin berat sesuatu yang kita jalankan maka kembali kepada hadits Nabi SAW “Allah akan memberikan balasan yang besar sesuai dengan kadar beban yang diberikan” beda semuanya, Allah menilai sesuai dengan kadarnya.
Hidup tidak akan pernah lpeas dari ujian, begitu pula dengan menikah, pasti ada cobaan. Ada ipar, ada tetangga, ada mertua, sepupu, dan family lainnya. Mungkin ada cobaan-cobaan dari mereka, tapi kalo niat ibadah, kita akan lalui, karena ini semua ibadah.
tidak cukup menikah hanya suami dengan istri saja, keluargapun menikah dalam artian bersatu membangun keluarga besar yang harmonis. Kita tidak mungkin menikah dengan suami/istri saja, tapi kita juga tanda kutip “ menikah” dengan keluarga-keluarganya.
Tidak mungkin dihapus status orang tuanya, saudara-saudaranya, keluarga besarnya, maka ada orang yang tidak bisa menerima itu semua, hanya karena cobaan-cobaan yang ringan.
Permasalahannya karena dia tidak menjadikan ibadah. Niatkan ibadah !!! kalau sadah di niatkan ibadah, insya Allah akan mudah kita jalani.

semoga kita bisa memperbaharui niat, memantapkan niat karena ibadah.


#_Khobas_Pena_Biru